“Sandiwara Kedustaan di Istana”.

Dalam kegelapan, gelap terangnya bulan,

Istana diselimuti tipu daya dan tipu janji yang palsu.

Rakyat merana, dihantui oleh senyum sinis,

Di balik tirai kekuasaan, hanya ada cerita yang busuk.

Hati-hati dengan kata-kata manis si pujangga,

Dibalik rimanya, rahasia tersembunyi bagai belatung.

Hingar bingar tak ubahnya sandiwara,

Semua hanya sandiwara, tak berarti, tak bernyawa.

Raja dengan mahkota berkilau, ternyata tak berdaya,

Tukang ngibulnya melebihi dongeng di malam hari.

Istana yang penuh dengan permainan busuk,

Rakyat menanti keadilan, harapannya pun terus mendukung.

Di balik tirai kabur kebenaran yang terpendam,

Rakyat bersatu, bersama melawan tirani yang terus mendalam.

Meski fatwa pujangga terus berkumandang,

Kita berdiri teguh, menanti waktu keadilan tiba dengan sempurna.

Rakyat menangis, hati mereka teriris,

Melihat istana yang dipenuhi kedustaan dan liris.

Raja dengan mahkota yang bersinar redup,

Tak mampu membela rakyat, terjerat dalam kelabu.

Tukang ngibulnya memainkan sandiwara,

Lelucon dan bohong menjadi sorotan sejara.

Dongeng di malam hari terasa lebih nyata,

Daripada kebenaran yang tenggelam dalam fatamorgana.

Istana yang busuk, bau kecurangan menebar,

Rakyat dihimpit oleh beban yang berat berat.

Namun di balik kepiluan, tumbuh harapan,

Bahwa kebenaran akan menyinari langit yang kelam.

Permainan busuk tak bisa terus berlanjut,

Rakyat bangkit, menyuarakan keadilan yang tulus.

Istana yang terlilit dalam intrik dan kebohongan,

Akan runtuh oleh kekuatan bersatu yang kokoh.

Raja dengan mahkota berkilau itu akhirnya tersadar,

Bahwa kekuasaan sejati adalah pelayanan kepada rakyat yang lapar.

Tukang ngibulnya pun akan terdiam,

Ketika kebenaran menang dan keadilan bersinar terang.

Siapa Sich Yang Back Up Jokowi?

Presiden Suharto terlalu senseitive terhadap setiap gerakan demonstrasi atau kelompok pengkritik yang anti terhadap berbagai kebijakan-kebijakannya. Sejumlah Mahasiswa banyak yang ditahan, bahkan ada yang hilang, tanpa ada artifak-artifak yang bisa ditelusurinya. Inilah sejarah yang tidak bisa dengan mudah dapat kita hapus. Tetapi pada ujungnya Pak Harto lengser juga.

Lalu kita bertanya, siapa dibalik pelengserannya itu?.

Era reformasi sudah berlangsung selama lima kepemimpinan presiden. Situasi politik dan kehidupan demokrasi telah berubah secara total. Hal-hal yang sangat ketat dan dilarang pada era Orde Baru, kini bisa dilakukan tanpa hambatan. Bukan hanya terkait ekspresi kebebasan berpendapat, tetapi juga pelanggaran konstitusi dan hukum yang terindikasi dilakukan oleh presiden, telah memicu gelombang protes dari berbagai segmen masyarakat. Bahkan sampai pada usulan impeachment. Namun, Presiden Joko Widodo masih tetap berada di singgasana kekuasaannya.

Pertanyaan kemudian adalah, siapa dibalik itu semua?

Saya sempat bertanya, mengapa Rakyat dan Mahasiswa, di era Bung Karno dan Pak Harto sangat berani mementang penguasanya? “kami pada waktu itu, jaman ORLA/ORBA, berani turun kejalan, karena didukung oleh tentara”, kata alm Hendermani Ranadireksa, yang saya wawancarai secara khusus. Tanpa dukungan dari pihak tentara Mahasiswa akan sulit bias melawan pengusasa, tambahnya.

Dari keterangan Kang Hendarmin tersebut, dan seperti yang saya alami sendiri saat penggulingan Pak Harto (reformasi 1998), peranan Tentara sangat penting.  Saya melihat saat itu, betapa sibuknya Pak Mayjen Syarwan Hamid,,yang menjadi jubir situasi yang berkembang kepada pihak Cendana, dan tidak berdaya dapat mengendalikan gerakan Mahasiswa. Walalapun di akhir, ketuhuan ada paksi lain, yang kemudian terjadi berbagai penangkapan dan penembakan Mahasiswa dan aktivis yang dituduhkan kemudian kepada Letjen Prabowo Subianto, saat itu. Sehingga ia dicopot oleh Menhankam/Pangab Jenderal Wiranto.

Pada era SBY, dimana demo terhadap pemerinatahannya, sangat masif terjadi setiap saat. Lalu saya juga tanyakan, apakah kemungkinan SBY bisa rubuh? Jawabnya, tidak. Mengapa? Silahkan cek. Ekonomi tumbuh baik. Demokratisasi berjalan bagus. Kemiskinan menuru, dst.

Kembali kepada Pemerinatah Jokowi saat ini, yang aromanya sudah mulai mirip-mirip tahun 1998. Selama periode Jokowi memerintah, ekonomi tidak tumbuh seperti yang ditargetkan. Bahkan sempat minus.

Penegakan hukum, bahkan Calon presiden (capres) nomor urut 3, Ganjar Pranowo memberikan rapor merah terhadap penegakan hukum di era pemerintahan Presiden Joko Widodo. Mantan Gubernur Jawa Tengah itu menganggap penegakan hukum semasa pemerintahan Jokowi mengalami penurunan. Karena itu, Ganjar memberikan skor di angka 5.

Index Demokrasi selama pemerintahan Jokowi turun. Kontras memaparkan bagaimana iklim kebebasan semakin memburuk dalam tiga tahun periode kedua Jokowi, dengan adanya kasus penangkapan sewenang-wenang dan serangan terhadap pembangkang pemerintah.  

“Hal itu menyebabkan masyarakat merasa takut. Masyarakat juga memiliki ruang yang sangat minim untuk dapat menyuarakan secara bebas kritiknya terhadap pemerintahan,” kata Koordinator KontraS, Fatia Maulidiyanti dalam keterangan pers di Jakarta.

Pada 2020 lalu misalnya, sebanyak 5.198 mahasiswa ditangkap tanpa alasan yang jelas dan 87 orang diantaranya harus mendekam di penjara, kata KontraS dalam laporan berjudul Catatan 3 Tahun Pemerintahan Joko Widodo – Ma’ruf Amin Tiga Tahun Bekerja, Kemunduran Demokrasi Kian Nyata.

Berbagai delegasi dari bermacam elemen yang ada di masyarakat, sudah mengutus ke DPR/MPR RI, untuk menyampaikan aspirasi pemakzulan Presiden Jokowi. Bahkan oknum anggota DPR sendiri, telah mengumandangkan suara pemakzulan, seperti via Masinton melalui intepelasi, Ali Sera bersedia fasilitasi Pemakzulan.

Saya mayakini seyakin-yakinnya situasi saat ini, terkendali atau dikendalikan oleh dua kekuatan tangguh yaitu Tentara dan Polisi. Atas dasar pengalaman dua kali meruntuhkan dua Presiden, peran lembaga mereka itu dicatat sejarah. Kedua lembaga itu, tak terpisahkan dengan politik kekuasaan, karena recruitment kepemimpinannya menjadi prerogative presiden pula.

Satu-satunya yang bias kita ingatkan adalah dengan memohon mereka membaca ini lagi ;

“Sumpah Prajurit TNI” adalah sumpah yang diucapkan oleh prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI) sebagai bentuk kesetiaan dan pengabdian mereka kepada negara dan bangsa Indonesia. Sumpah ini mencerminkan semangat pengabdian, loyalitas, dan kepatuhan prajurit TNI terhadap Pancasila, UUD 1945, dan cita-cita proklamasi kemerdekaan Indonesia.

Berikut adalah teks Sumpah Prajurit TNI:

“Kami prajurit TNI bersumpah akan setia dan taat kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta menjunjung tinggi kehormatan dan kewibawaan negara dan bangsa.

Kami prajurit TNI bersumpah akan mempertahankan negara kesatuan Republik Indonesia dan akan mengerahkan segala tenaga dan pikiran serta melaksanakan dengan sungguh-sungguh tugas pokok dan kewajiban dalam dinas pertahanan dan keamanan untuk membela keutuhan dan kedaulatan serta keselamatan bangsa dan negara.

Demikian sumpah prajurit TNI ini kami ucapkan dengan sesungguhnya, tanpa paksaan dan paksu.”

Sumpah ini mencerminkan komitmen para prajurit TNI untuk melaksanakan tugas dan kewajiban mereka dengan penuh dedikasi demi keamanan, kedaulatan, dan kemajuan negara Indonesia.

Pasca Lengser “Presiden Jokowi” Akan Kehilangan Segalanya

Judul diatas, adalah semiotika klimaks dari apa yang selama ini Jokowi lalukan/bermanuver terutama soal suksesi Presiden 24. Menominasi Prabowo atau Ganjar, adalah potert kegamangan, khawatir bila salah satu menang menjadi Preisden, padahal ia tidak turut mendukungnya. Tetapi kata lain juga, karena melawan Anies Baswedan adalah tidak mudah, sekalipun data survei Anies selalu pada posisi ke ketiga. Namun on the top of all of that Jokowi akan kehilangan semua yang selama ini ia kuasai (Zona Nyaman).

Kalau saja Megawati bukan Ketua Umum Partai (apalagi sebagai the ruling Party), pun SBY, maka kedua mantan Presiden itu akan tenggelam dalam berbagai hingar bingar dinamika politik nasional saat ini. Tetapi yang pasti mereka tidak akan terhindar dari caci maki rakyat, seperti yang masih kita saksikan terjadi kepada Presiden Sukarno dan Presiden Suharto hingga saat ini.

Padahal Bung Karno meninggalkan legacy perjuangan Kemerdekaan yang teramat penting dan Pak Harto, meletakan legasi dasar-dasar pembangunan yang tepat, hingga Indonesia menjadi negara terpandang. Presiden Habibi adalah sosok intelektual, sedunia `mencatat itu. Apresiasi dan respek kepada keilmuannya, tidak akan terhapus sepanjang ada soal hightect dan dunia penerbangan. Presiden Gusdur, terlepas dari segala kekurangannya, ia sosok intelektual, budayawan dan sekaligus ulama yang mumpuni dalam bidangnya. Ada legacy yang ia tinggalkan, yaitu konsep kemajemukan.

Kembali ke soal Jokowi, yang Ia akan kehilangan segalanya itu, karena ada yang tersisa, seperti pelanggaran HAM, ketidak adilan yang dirasakan oleh sebagian umat Islam, dugaan korupsi, dan kesinambungan dinasti dengan anak-anaknya yang masih menjadi pejabat public. Ini semua akan menjadi beban dirinya, yang kemudian akan menghantui dalam hidupnya sebagai ancaman ketidak nyamanan atau ancaman bahkan hukuman dipidanakan.

Pendapat Bung Refly Harun, yang ia sampaikan dalam podcastnya  melihat setidaknya ada empat kekhawatiran Jokowi ketika sudah lengser pada 2024 nanti. Salah satu yang dikhawatirkan Jokowi ialah perihal dinasti politik.

Refly kembali mengungkit bagaimana upaya Jokowi untuk melanggengkan dinasti politik melalui anak hingga menantunya. Tercatat kini ada putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka yang menjadi Wali Kota Solo dan menantunya Bobby Nasution yang menjadi Wali Kota Medan. Kaesang juga sudah direstui ikut kontestasi di Depok.

“(Jokowi khawatir dinasti politiknya, karena dia sudah menciptakan dinasti politik baru pengganti dirinya,” kata Refly melalui podcastnya yang ditayangkan YouTube Refly Harun pada Senin (5/12/2022).

Kekhawatiran Jokowi kedua yakni proyek-proyek raksasa pada pemerintahannya seperti pembangunan IKN hingga kereta cepat.

“Barangkali dia punya kepentingan untuk terus melindunginya atau katakanlah memastikan bahwa proyek itu berjalan,” ucapnya.

Kemudian yang ketiga ialah kekhawatiran Jokowi ialah adanya potensi KKN yang terkuak nantinya. Lalu yang keempat ialah adanya potensi pelanggaran HAM yang dibiarkan.

Refly menambahkan, kekhawatiran Jokowi lainnya ialah Jokowi yang sudah terlalu nyaman dengan jabatannya saat ini.

https://geo.dailymotion.com/player/x4ujk.html?video=x7m3ztc&actionInfo=false&mute=true&dmPubtool=customembed-v2 “Selain tentunya kenyamanan kenikmatan katakanlah pada zona yang sudah tidak ingin meninggalkan jabatan, mungkin itu juga dan ini berbeda dengan presiden-presiden sebelumnya.”

Professor Not Found God But Student

Professor: You are a Muslim, aren’t you, son?

Student: Yes, sir.

Professor: So, you believe in GOD?

Student: Absolutely, sir.

Professor: Is GOD good?

Student: Sure.

Professor: Is GOD all-powerful?

Student: Yes.

Professor: My brother died of cancer even though he prayed to GOD to heal him. Most of us would attempt to help others who are ill. But GOD didn’t. How is this GOD good then? Hmm?

(Student was silent.)

Professor: You can’t answer, can you? Let’s start again, young fella. Is GOD good?

Student: Yes.

Professor: Is satan good?

Student: No.

Professor: Where does satan come from?

Student: From … GOD …

Professor: That’s right. Tell me, son, is there evil in this world?

Student: Yes.

Professor: Evil is everywhere, isn’t it? And GOD did make everything. Correct?

Student: Yes.

Professor: So who created evil ?

(Student did not answer.)

Professor: Is there sickness? Immorality? Hatred? Ugliness? All these terrible things exist in the world, don’t they?

Student: Yes, sir.

Professor: So, who created them?

(Student had no answer.)

Professor: Science says you have 5 Senses you use to identify and observe the world around you. Tell me, son, have you ever seen GOD?

Student: No, sir.

Professor: Tell us if you have ever heard your GOD.

Student: No, sir.

Professor: Have you ever felt your GOD, tasted your GOD, smelt your GOD? Have you ever had any sensory perception of GOD for that matter?

Student: No, sir. I’m afraid I haven’t.

Professor: Yet you still believe in Him?

Student: Yes.

Professor: According to the Empirical, Testable, Demonstrable Protocol, Science says your GOD doesn’t exist. What do you say to that, son?

Student: Nothing. I only have my faith.

Professor: Yes, faith. And that is the problem Science has.

Student: Professor, is there such a thing as heat?

Professor: Yes.

Student: And is there such a thing as cold?

Professor: Yes.

Student: No, sir. There isn’t.

(The lecture theatre became very quiet with this turn of events.)

Student : Sir, you can have lots of heat, even more heat, superheat, mega heat, white heat, a little heat or no heat. But we don’t have anything called cold. We can hit 458 degrees below zero which is no heat, but we can’t go any further after that. There is no such thing as cold. Cold is only a word we use to describe the absence of heat. We cannot measure cold. Heat is energy. Cold is not the opposite of heat, sir, just the absence of it.

(There was pin-drop silence in the lecture theater.)

Student: What about darkness, Professor? Is there such a thing as darkness?

Professor: Yes. What is night if there isn’t darkness?

Student: You’re wrong again, sir. Darkness is the absence of something. You can have low light, normal light, bright light, and flashing light. But if you have no light constantly, you have nothing and it’s called darkness, isn’t it? In reality, darkness isn’t. If it is, you would be able to make darkness darker, wouldn’t you?

Professor: So what is the point you are making, young man?

Student: Sir, my point is your philosophical premise is flawed.

Professor: Flawed? Can you explain how?

Student: Sir, you are working on the premise of duality. You argue there is life and then there is death, a good GOD and a bad GOD. You are viewing the concept of GOD as something finite, something we can measure. Sir, Science can’t even explain a thought. It uses electricity and magnetism but has never been seen, much less fully understood either one. To view death as the opposite of life is to be ignorant of the fact that death cannot exist as a substantive thing.

Death is not the opposite of life: just the absence of it. Now tell me, Professor, do you teach your students that they evolved from a monkey?

Professor: If you are referring to the natural evolutionary process, yes, of course, I do.

Dialog Profesor dan Siswanya tentang Tuhan

Profesor: Anda seorang Muslim, bukan, Nak?

Siswa : Iya pak.

Profesor: Jadi, Anda percaya pada Tuhan?

Siswa : Tentu saja, Pak.

Profesor: Apakah Tuhan itu baik?

Siswa : Tentu.

Profesor: Apakah Tuhan Mahakuasa?

Siswa: Ya.

Profesor: Saudara laki-laki saya meninggal karena kanker meskipun dia berdoa kepada TUHAN untuk menyembuhkannya. Sebagian besar dari kita akan berusaha membantu orang lain yang sakit. Tapi ALLAH tidak. Bagaimana Tuhan ini baik? Hmm?

(Siswa diam.)

Profesor: Anda tidak bisa menjawab, bukan? Mari kita mulai lagi, sobat muda. Apakah TUHAN itu baik?

Siswa: Ya.

Profesor: Apakah setan itu baik?

Siswa : Tidak.

Profesor: Dari mana datangnya setan?

Murid : Dari … TUHAN …

Profesor: Itu benar. Katakan padaku nak, apakah ada kejahatan di dunia ini?

Siswa: Ya.

Profesor: Kejahatan ada di mana-mana, bukan? Dan TUHAN memang membuat segalanya. Benar?

Siswa: Ya.

Profesor: Jadi siapa yang menciptakan kejahatan?

(Siswa tidak menjawab.)

Profesor: Apakah ada penyakit? Amoralitas? Kebencian? Kejelekan? Semua hal mengerikan ini ada di dunia, bukan?

Siswa : Iya pak.

Profesor: Jadi, siapa yang menciptakannya?

(Siswa tidak punya jawaban.)

Profesor: Sains mengatakan Anda memiliki 5 Indera yang Anda gunakan untuk mengidentifikasi dan mengamati dunia di sekitar Anda. Katakan padaku, nak, apakah kamu pernah melihat TUHAN?

Siswa : Tidak pak.

Profesor: Beri tahu kami jika Anda pernah mendengar Tuhan Anda?

Siswa : Tidak pak.

Profesor: Pernahkah Anda merasakan Tuhan Anda, merasakan Tuhan Anda, mencium Tuhan Anda? Pernahkah Anda memiliki persepsi indrawi tentang Tuhan dalam hal ini?

Siswa : Tidak pak. Saya khawatir saya belum melakukannya.

Profesor: Namun Anda masih percaya kepada-Nya?

Siswa: Ya.

Profesor : Menurut Protokol Empiris, Dapat Diuji, Dapat Dibuktikan, Sains mengatakan bahwa Tuhan Anda tidak ada. Apa yang Anda katakan untuk itu, Nak?

Siswa : Tidak ada. Saya hanya memiliki iman saya.

Profesor: Ya, iman. Dan itulah masalah yang dimiliki Sains.

Student : Profesor, apakah ada yang namanya panas?

Profesor: Ya.

Siswa : Dan apakah ada yang namanya dingin?

Profesor: Ya.

Siswa : Tidak pak. tidak ada.

(Teater kuliah menjadi sangat sunyi dengan pergantian peristiwa ini.)

Student : Pak, panasnya banyak, panasnya lebih banyak, super panas, mega panas, putih panas, sedikit panas atau tanpa panas. Tapi kami tidak memiliki apa pun yang disebut dingin. Kita bisa mencapai 458 derajat di bawah nol yang tidak panas, tapi kita tidak bisa melangkah lebih jauh setelah itu. Tidak ada yang namanya dingin. Dingin hanyalah kata yang kita gunakan untuk menggambarkan ketiadaan panas. Kita tidak bisa mengukur dingin. Panas adalah energi. Dingin bukan kebalikan dari panas pak, hanya saja ketiadaannya.

(Ada kesunyian di ruang kuliah.)

Student : Bagaimana dengan kegelapan, Profesor? Apakah ada yang namanya kegelapan?

Profesor: Ya. Apa itu malam jika tidak ada kegelapan?

Siswa : Anda salah lagi, pak. Kegelapan adalah ketiadaan sesuatu. Anda dapat memiliki cahaya redup, cahaya normal, cahaya terang, cahaya berkedip. Tetapi jika Anda tidak memiliki cahaya terus-menerus, Anda tidak memiliki apa-apa dan itu disebut kegelapan, bukan? Pada kenyataannya, kegelapan tidak. Jika ya, apakah Anda dapat membuat kegelapan menjadi lebih gelap, bukan?

Profesor: Jadi apa maksud Anda, anak muda?

Siswa : Pak, maksud saya adalah premis filosofis Anda cacat.

Profesor: Cacat? Bisakah Anda menjelaskan caranya?

Siswa : Pak, Anda sedang mengerjakan premis dualitas. Anda berpendapat bahwa ada kehidupan dan kemudian ada kematian, Tuhan yang baik dan Tuhan yang jahat. Anda melihat konsep ALLAH sebagai sesuatu yang terbatas, sesuatu yang dapat kita ukur. Pak, Sains bahkan tidak bisa menjelaskan sebuah pemikiran. Itu menggunakan listrik dan magnet, tetapi belum pernah melihat, apalagi memahami sepenuhnya keduanya. Memandang kematian sebagai kebalikan dari kehidupan berarti mengabaikan fakta bahwa kematian tidak dapat eksis sebagai hal yang substantif.

Kematian bukanlah kebalikan dari kehidupan: hanya ketiadaan. Sekarang beri tahu saya, Profesor, apakah Anda mengajari siswa Anda bahwa mereka berevolusi dari monyet?

Profesor: Jika Anda mengacu pada proses evolusi alami, ya, tentu saja.