NEGARA KHILAFAH INDONESIA

Membaca judul tulisan ini, pasti ada yg bertanya begini, apaan lagi ni orang!. Biasanya, orang yang hatinya bertanya seperti itu, rasa keingin tahuannya, tinggi. Lalu membaca terus sampai habis tulisan ini. Nah..orang yang kaya gitu itu, menurut saya tertipu hahahaha….

Jadi begini ya. Bahwa Nagara Khilafah itu, sesungguhnya “tidak ada”!!! Bagi yang suka Khilafah, tunggu dulu! Jangan ngamuk dulu, saya bilang tidak ada. Yang tidak suka Khilafah, diakhir tulisan ini juga anda akan bingung, kalau Indonesia itu sesungguhnya sudah Khilafah.

Penjelasannya sesederhana ini. Jadi diera Rosulullah tidak disebut Negara Khilafah, tapi disebut sebagai “system Negara Khilafah Rosulullah”. Disitu Nabi Muhammad SAW, apa yang dikatakan oleh Machfud MD, Ia sekaligus sebagai Kepala Executive, Ketua Legislative dan  sekaligus Judicative.

Selanjutnya,  Contoh lain, Saudi Arabia. Ia disebut sebagai menganut System Negara Khilafah Kerajaan Saudi Arabia. Kepala Negaranya seorang Raja. Bentuk Negaranya Monarchy. System Negara Khilafah Republic Iran. Kepala negaranya dipimpin oleh seorang Presoden dan Para Mullah (anggota Dewan). Begitu juga System Negara Khilafah Republic Mesir, dipimpin oleh seorang Presiden. Brunei Darussalam, dipimpin oleh seorang Sulthan, dan seterusnya.

Bagaimana dengan Indonesia?

Menurut hemat saya, Indonesia sudah cukup disebut sebagai System Negara Khilafah Indonesia.  Kenapa? Presidennya, hampir tidak mungkin terjadi bila tidak beragama Islam. Walau konstitusinya, tidak menuliskan tentang agamanya.  Tetpi Dalam system Demokrasi liberal yang dianut di Indonesia saat ini, maka tetap kekuatan itu ada pada umat mayoritas!!

Fakta lain,  Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, dijadikan sebagai Pedoman dan Haluan Negara, dalam penyelenggaraan Kepemerintahan ini. Perangkat khilaf lainnya antara lain, ada punya UU Perkawinan, diatur menurut syariat agama. Ada UU Haji. Pemerintah berfungsi sebagai biro perjalanan, menyelenggarakan Ibadah Haji untuk umat Islam. Ada UU zakat. Bahkan mendirikan rumah ibadahpun, diatur oleh nagara. dll.

Jadi Negara Khilafah Indonesia itu, seprti apa? Ya sudah seperti sekarang ini. Kalau mau diubah seperti mau mu, ya pada berjuanglah, sampai tujuan mu berhasil. Harus gigih berjihad, seperti orang-orang yang berfaham komunisme di negeri ini.

Yg punya pikiran lain, silahkan komen, kasih like dan share hahahaha!!!

FALSAFAH WAYANG KULIT; Tokoh Kiri itu Jahat. Tokoh Kanan itu Baik.

Wayang yang ada ditangan kiri dan kanan Ki-Dalang,  itu tidak sembarangan. Ada filosfinya,  Siapa figure yg ada kiri dan Siapa figure  yang  ada disebelah kanan, berkaitan dengan watak wayang itu sendiri.

Ki-Dalang, biasanya memegang tokoh wayang yg “berkarakter baik” ada ditangan kanannya. Dan tokoh wayang yg “berkarakter buruk” ada disebelah kiri Ki-Dalang.

Dalam pagelaran Wayang Kulit, penonton dibagi kedalam dua kelompok. Penonton yg VIP dan VVIP duduk menonton dibalik layar. Di depan Dalang. Dan penonton rakyat jelata, biasa menonton di belakang Dalang.

Penonton Elit, seperti Presiden, Gubernur, Bupati umpamanya, mereka duduk menghadap layar, didepan Dalang.  Mereka hanya bisa melihat wayang itu dlam bayang bayang hitam dan putih.

Dan tokoh wayang yg berkaraketer baik dan yg buruk, sebaliknya dg Dalang.

Penonton umum, melihat wayang berwarna warni, apa adanya, dan si tokoh yang baik dan yang buruk seperti bagaimana Dalang memegangnya, karena ada dibelakang ki-Dalang.

Sekarang faham kan? : Siapa yg suka salah judgment itu?  Mereka yang Kelompok Elit itu. Duduk didepan Dalang, mereka melihat masalah hanya hitam putih saja. Dan benar dan salah menjadi terbalik.

Rakyat kebanyakan!, yg duduk dibelang dalang, yg justru mampu melihat masalah yg berwarna warni dan apa adanya itu.

Terlepas dari apa yg saya tulis diatas,ingat ya!  Tokoh kiri itu jahat dan Tokoh Kanan baik.

Pak Harto atau Jokowi Yg Otoriter?

Pertanyaan seperti pada judul tulisan ini, akhirnya muncul juga dalam benak saya. Itu karena dampak dari empiris dilapangan, melihat berbagai kebijakan dan gerak langkah politiknya.

Lalu, siapa sebenarnya yang otoriter itu? Nah jawaban dari pertanyaan ini, harus kita runtut melihat kepada sumber-sumber acuannya.  Mari kita mulai.

Pak Harto dipilih hingga 6 kali berturut-turut, oleh MPR RI. Salah? Melanggar Hukum? Otoriter? Jawabnya, TIDAK. Mengapa? Karena konstitusinya memang begitu. Membolehkan. System pemilihan Presiden waktu itu, Presiden dipilih oleh anggota MPR RI, setiap 5 tahun dan boleh dipilih kembali pada pemilihan berikutnya. Berkali-kali Syah.

Kenapa bisa terpilih terus? Sekali lagi system pemilihannya memang begitu. Anggota MPR RI itu, sepertiganya dipilih Rakyat melalui Pemilu, sepertiganya diangkat dari Fraksi ABRI, yang ditetapkan oleh Keputusan Preisiden, sedangkan Utusan Golongan dari daerah-daerah, juga ditetapkan oleh Keppres. Presiden sendiri yang mengatur.

Kemudian pertanyaan berikutnya, bila Pak Harto memimpin negara saat ini, dimana UUD dan turunan UU nya sudah berubah itu,  bagaimana?  Saya  tanya wawancara imaginer dengan beliau yah!

Bagaimana Pak Harto?, tanya saya. Pak Harto bilang begini : “konsep saya dari awal, Pancasila dan UUD 1945 itu harus dilaksanakan secara murni dan konsekuen”, begitu jawabnya.

Sekarang, saya giliran nanya imaginer  juga pada Jokowi. Sampiyan mengapa membubarkan HTI? Seperti Pak Harto membubarkan PKI! “Ya, nggak tahu….”, begitu kira kira jawabnya. Syah, kok..itu kan aturan hukum kita, saya turut bantu menjawabnya, begitu kira-kita kata dia.

Nah…Jadi sumber dari segala masalah itu, memang system hukum kita buruk.

RUU HIP Untuk Siapa?

Aneh bin nyata, tapi ini hanya terjadi di Indonesia. Orang masih sibuk bahkan hingga baku hantam, membicarakan soal ideologi negara Pancasila. Kapan dilamalkannya? Pernah dengar nggak, orang America debat dan diskusi soal the Declaration of Independence? Atau orang China ngomongin “San Min Chui?”. Dan Liberté, égalité, fraternité (Kebebasan, keadilan, persaudaraan, di Perancis!

Pertanyaan  kemudian, jadi Pancasila itu untuk siapa?  Siapa yang wajib mengamalkan?

Begini. Kita simulasikan. Sila pertama misalnya, Ketuhanan Yg Maha Esa. Saya ambil contoh, Ketua Pembina BPIP, Megawati Soekarno Putri. Saya beri score dalam pengamalannya, karena dia sebagai Ketua Dewan Pembina BPIP, dengan nilai 100. Mahfudz MD, Tri Soetrisno, Syafei Maarif, dll saya beri mereka cukup dengan angka 98. Kemudian saya dan Mas Wardi (Tukang Beca, langganan Ibu saya, bila pergi belanja ke Pasar) dinilai minus 5. Dapat satu poin pun, tidak. Bagiamana? Apakah saya tidak Pancasilais? Apakah Saya  dan Mas Wardi harus keluar dari Indonesia, karena tidak kompeten sebagai warga  Negara Indonesia?

Disini saya ingin menasehati kepada mereka yang nilainya sudah tinggi tersebut. Ibu dan Bapak-bapak yang saya muliakan. Saya, Mas Wardi dan anda semua, adalah warga negara RI, sesuai dengan KTP masing-masing. Kalau anda sudah pada grade paling atas, itu bagus. Tapi saya, bahkan angkanya dibawah 1, minus malahan. Tidak ada apa-apa, karena itu sesuai dengan kapasitas saya dan Mas Wardi. Saya tidak harus setinggi anda Megawati yg jujur, karena berbagai kekuarangan dan kelemahan.  Juga tidak harus sehebat Magfudz MD, yang pinter itu, dalam mengamalkan Pancasila.

Jadi kembali ke Judul tulisan ini. Lalu untuk Siapa Pancasila itu?

Pancasila itu, yang ke 5 sila-silanya ada tersurat dalam pembukaan UUD 45, fungsinya adalah sebagai “sumber  dari segala sumbur hukum”. Kata si Ahok, yang pernah dihukum 2 tahun, karena terbukti bersalah menista Agama Islam,  bahkan pernah bilang  “Konstitusi itu lebih tinggi dari Kitab Suci”.  Nah, garis besarnya adalah Pancasila itu adalah “menyusui”, istilah dari alm Prof. Sarjono, kepada Batang Tubuh UUD dan produk UU lainnya.

Nah kan, telanjang bukan? Terang sekali! Bahwa Pancasila itu, harus diamalkan oleh mereka yang tugasnya membuat UU dan kebijkaan-kebijakan negara lainnya. Jadi RUU Haluan Ideologi Pancasila itu, isinya  adalah Pedoman dan tata cara serta syarat-syarat  membuat UU yang disusui oleh Pancasila itu. Bukan mengubah Panca ke Tri Sila. Masa UU mau mengubah Konstitusi?

Seandainya ada UU, sebut saja UU Intoleransi, sebagai penjabaran dari sila pertama itu. Nah..kemudian rakyat  dalam pengamalan Sila Ketuhan yang Maha Esa tersebut, disitu hidup berpancasilanya. Saya, Megawatai, Machfudz MD, Syafei Maarif dan yang lainnya, harus tunduk dan ta’at sebagai warga bangsa, harus mengamalkan UU itu.  Rakyat yang toleran terhadap berbagai keyakinan yang berbeda, baik sebagai pelaksanaan sila pertama dan sekaligus sila ketiga, maka nilainya top.

MENENGADAH KE BAPAK LANGIT

Ternyata terang itu hanya ada disini.
Di Ibu Bumi.
Ada jasad.
Ada wujud.
Ada banyak ruh-ruh keluar.
Nampak apa adanya.
Ketika menengadah ke Bapak langit.
Menerawang.
Dalam kesadarannya.
Nur (terang) itu menjadi dzulumat (gelap) karena diselimbuti tak ada wujud.
Samar dari yang wujud nafsu lahir.
Saat itulah aku bisa menari-nari seindah alun nada senyap.
Dalam kegelapan yg terang.
Tak ada lagi jerit hingar bingar.
Terbaca mata hati.
Ketika itulah si Sang Pemilik raut mukanya sumeringah.
Senyum.
Karena tdk diwujud wujudkan.
Namun ketika ia dibayang bayangkan dalam angan angan.
Di ukir ukirkan pada bentuk jasadnya.
Si Sang Pemilik semakin jauh menjauh.
Mengecil.
Tilem menghilang.
Tak ada kekuatan kasih lagi.