Laporan Muhibah ke 2; Membaca Aktifitas Politik di Gedung Parlemen Jepang “Gijidoo”

Alhamdulillah saya tinekanan bisa berkunjung ke Gedung yang anggun dan agung ini. Gedung ini dikenal dengan nama “Kokkai Gijidoo”. Memang sebelumnya telah direncanakan untuk berkunjung. Disinilah perwakilan rakyat berdebat bahkan berantem dan berembuk, untuk memajukan Jepang dan rakyatnya. Sebenarnya, rakyat Jepang juga tidak terlalu peduli dengan mereka. Banyak penyebabnya. Mungkin saja terlalu sibuk dengan urusan pekerjaan dan hidupnya sendiri. Atau karena memang sudah terlalu percaya kepada wakil-wakil mereka yang ada di Gedung ini.

Berbahagia sekali, sekalipun Gedung ini tutup untuk public, hari libur nasional, saya masih tetap bisa masuk keruangan yang paling saya ingin lihat, dan sempat duduk sejenak seperti anggota Diet Jepang. Berkat bantuan Sakama-san, saya bisa melihat semua ruangan yang ada di dalam Gijidoo ini. Melaui acara TV NHK, apa yang terjadi didalam ruangan, sering saya ikuti. Itulah yang mendorong saya, mengapa ingin masuk keruangan sidang paripurna ini; dimana biasa hadir seluruh anggota Diet, Perdana Menteri dan bahkan tersedia tempat untuk Kaisar beserta Keluarganya. Sayang ruangan perpustakaannya tutup, walau saya melihat juga dari pintu masuknya. Ada tumpukan sejumlah surat kabar, yang diperuntukan untuk setiap anggota yang ada disana.

Disekitar lingkungan Gedung Gijido ini, juga berdekatan dengan rumah negara Perdana Menteri Jepang, karena itu, banyak sekali polisi yang bertugas, siap siaga disetiap sudut jalan. Walau polisi mereka terlihat serem, tetapi mereka mengucapkan “konnichiwa” kepada setiap orang yang melewatinya.

Kemegahan Geung Gijidoo ini, luar biasa. Saya melihatnya sebagai betapa pentingnya rakyat Jepang, mempoisisikan para anggota Parlemen tersebut dengan mengistimewakannya. Walau ada sebagian, yang tidak peduli, bahkan tidak percaya kepada mereka, tapi keseriusan bekerja dan mewakili kepentingan rakyat yang memilihnya, tampak dari aktifitas merekea di Gedung ini.

Konstitusi (Undang-Undang Dasar) Jepang yang mulai berlaku pada tahun 1947, didasarkan pada tiga prinsip : kedaulatan rakyat, hormat terhadap hak-hak asasi manusia, dan penolakan perang. Konstitusi juga menetapkan kemandirian tiga badan pemerintahan – badan legislatif (Diet atau Parlemen), badan eksekutif (kabinet), dan badan yudikatif (pengadilan).


Diet, yaitu parlemen nasional Jepang, adalah badan tertinggi dari kekuasaan negara, dan satu-satunya badan negara pembuat undang-undang dari negara. Diet terdiri dari Majelis Rendah dengan 480 kursi dan Majelis Tinggi dengan 242 kursi. Semua rakyat Jepang dapat memberikan suaranya dalam pemilihan setelah mencapai usia 18 tahun.


Jepang menganut sistem pemerintahan parlementer seperti Inggris dan Kanada. Berbeda dengan rakyat Amerika atau Prancis, rakyat Jepang tidak memilih presiden secara langsung. Para anggota Diet memilih perdana menteri dari antara mereka sendiri. Perdana menteri membentuk dan memimpin kabinet menteri negara. Kabinet, dalam menjalankan kekuasaan eksekutif, bertanggung-jawab terhadap Diet.


Kekuasaan yudikatif terletak di tangan Mahkamah Agung dan pengadilan-pengadilan yang lebih rendah, seperti pengadilan tinggi, pengadilan distrik, dan pengadilan sumir. Mahkamah Agung terdiri dari Ketua Mahkamah Agung, dan 14 Hakim lainnya, semuanya ditunjuk oleh kabinet. Kebanyakan kasus ditangani oleh pengadilan distrik yang bersangkutan. Juga ada pengadilan sumir, yang menangani kasus seperti pelanggaran lalu-lintas, dll.


Di Jepang terdapat 47 pemerintah daerah tingkat prefektur (semacam propinsi) dan lebih dari 3300 pemerintah daerah pada tingkat bawah. Tanggung-jawab mereka meliputi : pengadaan pendidikan, kesejahteraan, dan pelayanan lain serta pembangunan dan pemeliharaan prasarana, termasuk utilitas. Dengan berbagai kegiatan administratif yang dilakukannya, terjadi kontak erat antara mereka dan penduduk setempat. Para kepala pemerintahan daerah serta anggota parlemen daerah dipilih oleh rakyat setempat melalui pemilihan.