Akhlak FPI, membela Islamkah?

Dalih apapun yg di sampaikan oleh kelompok FPI menanggapi ketidak sukaan masyarakat atas perilaku da’wah organisasinya, tak ada yang bisa diterima bahkan bertentangan dengan akal sehat manusia yg waras. Apapaun alasannya, mau berdakwah kek atau amar ma’ruf nahi munkar, sepanjang itu menggunakan kekerasan, maka produknya hanya memperkeruh situasi. Tidak akan pernah dapat menyelesaikan masalah. Apalagi dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara, dimana kelompok penekan itu ada pada sisi infra struktur, maka perannya tidak boleh lebih dari supra struktur.

Lebih dari itu, front pembela islam itu seberanya abai dengan ayat ayat qur’an itu sendiri. Tidak komprehensif kalau menerjemahkan al qur’an untuk melakukan amar ma’ruf nahi munkar seperti yang diimplementasikan saat ini. Jadi ya bukan membela Islam tetapi mempermalukan Islam. Panji Islam itu tidak boleh direpresentasikan dengan cara cara kekerasan. Banyak banyak Da’wah Dan amar ma’ruf nahi munkar dengan cara yang lebih elegan dan menjunjung tinggi Nama Islam.

Dawah yang baik itu sering kali disebut dengan istilahmya “da’wah bil hal”, yaitu dawah yang dilakukan dengan suri tauladan. Uswatun hasanah atau contoh yang baik. Bukan hanya among doang apalagi rame rame mengobrak abrik tempat usaha orang.

Didalam Alqur’an ada banyak ayat bertebaran mengenai cara dan metode dawah yang baik. Coba perhatikan ayat ini. Ud’u ila sabili robbika bil hikmah wal maoidhoti hasanah, artinya serulah kejalan tuhanmu dengan hikmah dan pendidikan yang baik. Lanjutannya ayat itu fajadilhum bilati hiya akhsan, artinya kalau kalian bertentangan maka berbautlah akhsan (baik atau santun).

Bagaimana Perilaku FPI dengan mengacu kepada ayat tadi?

Ketika Angelina Sondakh Berbohong

Pantas kalau Hitler itu hanya tunduk oleh seorang Eva Brown istrinya sediri. Pangeran Charles tega meninggalkan Lady Diana demi Camila. Dan Bung Karno tergla gila kepada Ratna Sari Dewi. It is not about their beauties but merely “Smart lady”, ya kan!?

Kemarin kita menyaksikan mantan Putri Indonesia pada saat hakim menanyakan berbagai pertanyaan. Kita semua dibuatnya jengkel oleh jawaban-jawaban Anggie. Aura kencatikan Angie, hilang dalam benak kita, menjauh bersama jawaban-jawaban bodohnya. Semua mendengar Anggie membohongi akal sehat kita. Salah satu syarat menjadi putri Indonesia adalah, disamping cantik, cerdas. Tetapi kebohongan yang dia sampaikan mengubur kecerdasan dan kencantikannya. Terlebih lebih saat kita ingat iklan yang dia perankan “Katakan Tidak” pada Korupsi.

Kita percaya kalau Angelina Sondag lahir dalam keluarga yanag sangat religious. Orang tuanya membesarkan dia dalam iman kristiani yang baik. Tetapi ternyata, lingkungan Anggi telah membentuknya menjadi pribadi yang lain. Ia kemudian menjadi seorang muslimah dan terlibat dalam kehidupan politik. Saya membacanya perubahanAnggie yang dulu kepada seperti saat ini, ia karena ignorance kepada nilai-nilai lamanya tadi.

Tapi nasi sudah mejadi bubur, semua berakhir dengan suatu resiko. Kalau Anggie cermat membaca apa yang akan menjadi resikonya, maka tentu ia akan menghidari perilaku tak cantiknya itu. Sekarang sulit kita mengatakan Anggie cantik karena perilaku tak cerdasnya membuat dia menjadi ugly.

Ketika Islam Universal Menjadi Spesifik

Supaya tidak bertele tele memahami judul tulisan ini, saya ingin jelaskan di awal tulisan ini. Maksudnya agar tidak menyita waktu anda. Jadi begini, kan Islam itu difahami sebagai ajaran damai (rahmata lil alamin), cita kasih (arrahamanirrohiem), bersih Annadhopatu minal iman), akhlaqul karimah, dst, tetapi kemudian ketika nilai-nilai tersebut di lembagakan menjadi sebua Ad Dien (katakanlah agama), maka jadilah berfirqah-firqah (banyak faham). Ada Islam Sunni dan syi’ah. Lebih menukik lagi jadilah Nahdatul Ulama, Muhammadiyah, Persatuan Islam, Ahmadiyah, hingga jadilah semodel Front Pembela Islam.

Ini menjadi hukum keilmuan, bahwa ketika nilai nilai yang universal itu di wujudkan kedalam bentuk kelembagaan sosial, seperti institusi agama, maka jadilah hal tersebut yang spesifik. Kebenarannya menjadi tidak universal lagi. Khas. Nah mulai dari sinilah awal terjadinya koflik terjadi. Claim kebenaran itu ada pada interpretasinya masing-masing. Padahal tafsir itu lahir oleh frame of references dan field of experiences. Jadi tiap orang maupun tiap kelompok pasti berbeda beda.

Persoalanya kemudian adalah, apa yg perlu kita lakukan untuk menghindari konflik permanen ini? Apakah yang harus di bubarkan itu adalah Front Pembela Islam, NU, Muhammadiyah, Akhmadiyah, atau lembaga agamanya? Supaya kemudian kita kembali kepada Islam yang rahmatan lil alamin.