Ustads-Ustadz Yg membuat Islam Menjadi Kerdil

Seorang Professor dan Doktor dalam bidang bedah jantung, menjelaskan kepada saya kekagumanannya tentang bagaimana tubuh ini bisa tumbuh dengan harmoninya. Katanya, hidung kita bisa tumbuh serasi dan tidak menjadi lebih besar dari muka kita. Begitu juga telinga, mata dan semua organ tubuh, berkembang dengan serasi dan indahnya.

Lalu saya ingat salah satu ayat dalam surat At Tien ; Laqod khalaqnal insane fie aahsani taqwin, sesungguhnya telah di ciptakan manusia itu dengan sebaik-baik bentuk. Saya terkagum kagum dengan ayat tersebut.

Dalam keterbatasan saya memahami Islam, saya masih dapat mengagumi bagaimana ayat tersebut ketika diturunkan pada 14 abad yang lalu.

Tetapi, ketika Islam di jelaskan oleh ulama-ulama model yang di bawah ini,ia jadi menjijikan bagi saya.

ym

Ini Kata Ustadz Felix Siauw :

Berikut kumpulan twit yang dimaksud

__________________________

selfie itu kebanyakan berujung pada TAKABBUR, RIYA, sedikitnya UJUBbuat cewek apalagi cowok, lebih baik hindari yang namanya foto selfie, nggak ada manfaatnya banyak mudharatnya

bila kita berfoto selfie lalu takjub dengan hasil foto itu, bahkan mencari-cari pose terbaik dengan foto itu, lalu mengagumi hasilnya, mengagumi diri sendiri, maka khawatir itu termasuk UJUB

bila kita berfoto selfie lalu mengunggah di media sosial, lalu berharap ianya di-komen, di-like, di-view atau apalah, bahkan kita merasa senang ketika mendapatkan apresiasi, lalu ber-selfie ria dengan alasan ingin mengunggahnya sehingga jadi semisal seleb, maka kita masuk dalam perangkap RIYA

Cross Cultural

tangan

DEFINITION OF ‘CROSS CULTURE’
The interaction of people from different backgrounds in the business world. Cross culture is a vital issue in international business, as the success of international trade depends upon the smooth interaction of employees from different cultures and regions. A growing number of companies are consequently devoting substantial resources toward training their employees to interact effectively with those of companies in other cultures in an effort to foment a positive cross-cultural experience.

INVESTOPEDIA EXPLAINS ‘CROSS CULTURE’
Cross culture can be experienced by an employee who is transferred to a location in another country. The employee must learn the language and culture of those around him, and vice-versa. This can be more difficult if this person is acting in a managerial capacity; someone in this position who cannot effectively communicate with or understand their employees’ actions can lose their credibility. In an ever-expanding global economy, cross culture and adaptability will continue to be important factors in the business world.

Materi Dakwah itu Jadi Serem

Mungkin, karena persoalan Tauhid dan atau ingin menghindari Kemusrikan, yang dosanya tidak akan pernah di ampuni oleh Allah, menjadi hight light issue dan dianggap sangat penting bagi para pen-da’wah. Akhirnya, sebagian umat islam, terbentuk mindsetnya “agama yang paling benar adalah islam dan yang lain salah”. Sebagian lagi intolerance kepada keyakinan umat lain yang berbeda agama, bahkan yang seagama-pun, tetapi berbeda dalam mahzab. Akibat dari ini semua, maka menjadi suatu keniscayaan, bila sampai terjadi berdarah darah korban keyakinan yang membabi buta ini.

Coba simak ayat ini “tidaklah kami menciptkan mereka itu, dari laki dan perempuan, serta menjadi mereka itu bersuku-suku dan berbangsa-bangsa, supaya saling kenal mengenal (lita’arafu). Bagi saya, selaku pelaku Cross Culture, maka ayat ini sangat startegis untuk menjadikan umat Islam melek  kepada realita dan membuktikan kalau “perbedaan itu adalah rahmat”.

Apakah saya yang salah, atau para pendawah-pendakwah itu yang tolol, bila ayat itu, diangkat mejadi central issue materi yang di dakwahkan, sehingga umat Islam akan menjadi tercerahkan otaknya, situasinya akan menjadi adem ayem, hidup bersama dalam perbedaan. Harmonis dan saling menghargai serta respect terhdapap berbagai perbedaan perbedaan itu.

Coba kalau kata “lita’arafu” itu, kita tafsirkan sebagai sikap saling harga menghargai, saling kenal mengenal dan bahkan saling cita mencintai.

Kutip,  Prof. Dr. Hamka Haq, MA. bahwa kata kunci dalam ayat di atas adalah “lita’arafu” yang diartikan “saling kenal-mengenal”. Semangat saling mengenal yang menjadi inti dari doktrin tersebut adalah “ke-‘arif-an” yang berasal dari kata yang sama dengan “lita’arafu”. Menurutnya, Islam menghendaki terwujudnya kearifan global dengan filosofi “lita’arafu” bagi kehidupan manusia, yang tercermin dalam peradaban yang dibangun yang berintikan maslahat (ma’ruf), dalam tatanan masyarakat plural yang disebut masyarakat madani (civil society / civilized society). Yaitu suatu masyarakat demokratis yang menghargai perbedaan etnis, agama, dan budaya[iii]. Dengan lita’arafu ini, manusia akan saling mengenal dan saling memperkenalkan karya-karyanya, saling menghargai, saling menghormati sehingga terbentuklah manusia yang berperadaban. Dari “pilar kemanusiaan” inilah, persatuan umat akan bisa terwujud dengan baik.