“Sandiwara Kedustaan di Istana”.

Dalam kegelapan, gelap terangnya bulan,

Istana diselimuti tipu daya dan tipu janji yang palsu.

Rakyat merana, dihantui oleh senyum sinis,

Di balik tirai kekuasaan, hanya ada cerita yang busuk.

Hati-hati dengan kata-kata manis si pujangga,

Dibalik rimanya, rahasia tersembunyi bagai belatung.

Hingar bingar tak ubahnya sandiwara,

Semua hanya sandiwara, tak berarti, tak bernyawa.

Raja dengan mahkota berkilau, ternyata tak berdaya,

Tukang ngibulnya melebihi dongeng di malam hari.

Istana yang penuh dengan permainan busuk,

Rakyat menanti keadilan, harapannya pun terus mendukung.

Di balik tirai kabur kebenaran yang terpendam,

Rakyat bersatu, bersama melawan tirani yang terus mendalam.

Meski fatwa pujangga terus berkumandang,

Kita berdiri teguh, menanti waktu keadilan tiba dengan sempurna.

Rakyat menangis, hati mereka teriris,

Melihat istana yang dipenuhi kedustaan dan liris.

Raja dengan mahkota yang bersinar redup,

Tak mampu membela rakyat, terjerat dalam kelabu.

Tukang ngibulnya memainkan sandiwara,

Lelucon dan bohong menjadi sorotan sejara.

Dongeng di malam hari terasa lebih nyata,

Daripada kebenaran yang tenggelam dalam fatamorgana.

Istana yang busuk, bau kecurangan menebar,

Rakyat dihimpit oleh beban yang berat berat.

Namun di balik kepiluan, tumbuh harapan,

Bahwa kebenaran akan menyinari langit yang kelam.

Permainan busuk tak bisa terus berlanjut,

Rakyat bangkit, menyuarakan keadilan yang tulus.

Istana yang terlilit dalam intrik dan kebohongan,

Akan runtuh oleh kekuatan bersatu yang kokoh.

Raja dengan mahkota berkilau itu akhirnya tersadar,

Bahwa kekuasaan sejati adalah pelayanan kepada rakyat yang lapar.

Tukang ngibulnya pun akan terdiam,

Ketika kebenaran menang dan keadilan bersinar terang.

Leave a comment